Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa hukum taklifi itu berada pada kisaran perintah, larangan dan takhyir / pilihan. Bentuk perintah dan larangan tersebut ada yang sifatnya pasti dan tidak pasti. Perintah yang menyatakan adanya kepastian maka dikategorikan sebagai wajib. Sedangkan perintah yang menunjukan suatu yang tidak pasti maka dikategorikan kepada yang namanya sunnah. Demikian juga dengan larangannya ada yang bentuknya pasti dan ada juga yang tidak. Larangan yang bentuknya pasti disebut sebagai haram, sedangkan larangan yang bentuknya tidak pasti maka disebut sebagai makruh. Dan yang disebut sebagai takhyir maka disebut sebagai mubah.
Berarti didalam hukum taklifi, pembagiannya menjadi 5 macam hukum yaitu :
1. Wajib
2. Sunnah / mandub
3. Mubah
4. Makruh
5. Haram
Pembagian hukum taklifi diatas berdasarkan pendapat jumhur ulama, namun berbeda halnya dengan pendapat dari Hanafiah yang menambahkan fardhu, makruh tanzih dan makruh tahrim. Sehingga pembagian hukum taklifi menurut hanafiah menjadi 7 hukum yaitu :
1. Wajib
2. Sunnah / mandub
3. Mubah
4. Makruh tanzih
5. Makruh tahrim
6. Haram
7. Fardhu
Kita bahas terlebih dahulu mengenai wajib. Menurut pendapat jumhur ulama, yang namanya wajib itu identik bahkan bisa dikatakan sama dengan yang namanya fardhu. Namun lain halnya dengan pendapat hanafiah yang mengatakan bahwa wajib dan fardhu itu adalah dua hukum yang berbeda secara teori.
Wajib menurut pendapat jumhur ulama adalah suatu perintah yang harus dikerjakan yang bilama tidak dikerjakan maka akan berdosa. Pengertiannya wajib disini sama dengan perintah fardhu dan lazim. Menurut sebagian ulama Ushl Fiqh, definisi dari wajib adalah " suatu perintah yang mana bila ditinggalkan akan mengakibatkan orangnya menjadi tercela".
Namun lain halnya didalam hanafiah yang membedakan antara yang namanya wajib dan fardhu. Hanafiah berpendapat bahwa perbedaan antara fardhu dan wajib ini didasarkan pada perbedaan kalau fardhu didasarkan pada dalil qoth'i. Sedangkan wajib disebut sebagai suatu perintah yang didasarkan pada dalil yang sifatnya zhan / sangkaan.
Kita ambil contoh salah satu ayat dalam qur'an yaitu surah Al Muzamil ayat 20.
فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ
Syafi'iyyah berpendapat bahwa yang dimaksud didalam ayat diatas adalah surah Al Fatihah yang wajib dibaca ketika sedang shalat. Karena dijelaskan didalam hadits-hadits yang lain bahwa rasul ketika shalat selalu membaca surah al fatihah.
Namun lain halnya dengan pendapat dari hanafiah yang mengatakan bahwa maksud ayat diatas itu adalah sifatnya umum dalam artian"baca surah yang mudah dari qu'an dengan tidak terbatas pada surah fatihah saja". Andai menggunakan kosakata fardhu dan wajib dalam menyikapi ayat diatas maka bisa dikatakan seperti dibawah ini kesimpulannya.
Syafi'iyyah berpendapat bahwa baca fatihah itu dikategorikan fardhu, sehingga orang yg tidak membaca fatihah akan dikatakan tidak sah shalatnya.
فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ
فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ
فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ
فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ
No comments:
Post a Comment